Begu Ganjang, Pesugihan, dan Kehidupan Si Opung
Di Sumatera Utara, ada satu cerita yang sudah lama beredar di kalangan warga, sebuah kisah yang melibatkan kekayaan mendadak, kematian tragis, dan pengorbanan yang tak terbayangkan. Ini adalah cerita tentang seorang wanita yang dikenal dengan sebutan Opung oleh banyak orang. Seorang perempuan yang konon memelihara Begu Ganjang, makhluk halus yang dikenal sebagai penjaga ladang dan rumah, bahkan bisa dijadikan alat untuk mencapai kekayaan dengan cara yang tak terduga. Namun, apa yang terjadi pada Opung dan keluarganya adalah cerita lain yang lebih kelam.
Opung ini bukanlah orang biasa. Suaminya, yang dulunya hanya seorang satpam di kantor BUMN, tiba-tiba mendapat promosi besar, lalu sukses menjadi manajer. Tidak lama kemudian, Opung membuka sebuah rumah makan yang besar dan ramai pelanggan, seolah dunia berpihak padanya. Anak-anaknya juga tidak kalah hebat, kuliah ke luar negeri — ada yang ke Jerman, Inggris, bahkan Australia. Hidup mereka berubah menjadi serba mewah dalam waktu yang sangat singkat.
Namun, seperti yang kita tahu, kekayaan yang datang dengan cara yang tidak jelas sering kali membawa masalah. Ada bisikan angin yang berhembus di sekitar rumah Opung — orang mulai berbicara tentang Begu Ganjang yang katanya telah membawa kekayaan tersebut. Mungkin itu bukan kebetulan, dan kekayaan mereka bukan semata hasil kerja keras, melainkan campur tangan dari kekuatan gaib.
Pada suatu hari, tragedi menghantam keluarga Opung. Anak ketiga Opung yang baru pulang dari Jerman tiba-tiba sakit demam. Dokter bilang demam biasa, tapi semakin hari, anak itu semakin melemah, hingga pada hari ketiga dia meninggal dunia. Opung sangat terpukul, namun apa yang membuat tetangga semakin heran adalah apa yang terjadi malam sebelum anaknya meninggal — anaknya menjerit ketakutan di tengah malam, seperti ada sesuatu yang mengganggu. Tidak lama kemudian, anak kedua Opung mengalami nasib yang sama: demam tinggi yang berujung pada kematian.
Warga semakin curiga. Dua anak Opung meninggal dalam kondisi yang hampir identik, dan mereka semua menginginkan penjelasan. Banyak yang percaya bahwa ini adalah akibat dari kesepakatan gelap yang dibuat oleh Opung dengan Begu Ganjang. Ada yang mengatakan bahwa mereka telah dipilih menjadi tumbal, untuk menjaga agar kekayaan keluarga itu tetap bertahan.
Opung semakin terpuruk. Bisnis rumah makannya ditutup, dan dia mulai menderita sakit. Suaminya yang pensiun masih menerima gaji pensiun yang cukup, tapi gaya hidup mewah yang sudah mereka jalani membuat mereka sulit bertahan. Anak-anak Opung yang dulunya bisa kuliah di luar negeri kini tak bisa berbuat apa-apa. Mereka hidup dengan cara yang sangat bergantung pada orang tua, tanpa ada yang benar-benar bisa bekerja. Kekayaan yang mereka raih dengan cepat, kini perlahan-lahan menghilang, dan mereka mulai merasakan bagaimana hidup dalam kemewahan yang rapuh.
Beberapa tahun kemudian, Opung yang sudah sangat tua, akhirnya mengalami proses kematian yang penuh keanehan. Ketika dia sekarat, tubuhnya terasa tegang, dan dia mulai mengigau, berbicara dengan bahasa yang tidak dimengerti. Anak-anaknya yang bingung membawa Opung ke ruang tengah rumah dan membuka atap rumah, agar Opung bisa melihat langit terbuka. Setelah itu, barulah dia bisa menghembuskan nafas terakhirnya, setelah menerima doa-doa dari tetangga dan keluarga dalam bahasa daerah.
Namun, yang lebih mengherankan adalah kejadian yang terjadi setelah Opung meninggal. Di tengah proses kematiannya, Opung memuntahkan seekor ikan emas kecil, yang tampaknya masih hidup dan bergerak-gerak. Beberapa orang yang hadir mengatakan bahwa ini adalah tanda dari sesuatu yang lebih besar, dan menurut kepercayaan adat, seseorang dari keluarga harus menelan ikan tersebut agar keluarga tidak mendapat bala.
Akhirnya, anak sulung Opung, yang dengan terpaksa, menelan ikan tersebut hidup-hidup. Banyak yang bertanya-tanya, apa sebenarnya tujuan dari ritual ini? Apakah itu benar-benar bisa melindungi keluarga dari musibah lebih lanjut, atau justru membuat mereka semakin terjerumus dalam takdir yang kelam?
Kisah Opung mengajarkan kita tentang harga kekayaan yang diraih dengan cara-cara yang tidak murni. Mungkin, dunia ini tidak bekerja dengan logika yang bisa kita pahami sepenuhnya. Apa yang tampak sebagai berkah, bisa jadi adalah kutukan yang tak terlihat. Sebab dalam kepercayaan masyarakat, pesugihan selalu membawa konsekuensi yang berat — salah satunya adalah mengambil rezeki dari orang lain, termasuk rezeki anak-anak mereka. Kekayaan yang didapat dari cara yang salah, pada akhirnya hanya bisa dinikmati sesaat, sebelum terjerumus dalam kesedihan dan kehancuran yang tak terhindarkan.
Refleksi: Kekayaan yang didapat dengan cara yang salah, sering kali membawa beban yang lebih besar daripada yang bisa kita bayangkan. Adakah harga yang pantas untuk segala sesuatu yang kita miliki?