Saking penting dan uniknya kelelawar dalam dunia infeksi virus, ditulislah buku ini.
Kelelawar adalah salah satu hewan reservoir penyakit. Hewan ini memungkinkan agen penyakit, dalam hal ini virus, bisa bereplikasi dengan sedikit atau tanpa gejala klinis. Setidaknya ada dua faktor yang membuat kelelawar spesial sebagai reservoir virus.
Ekologi dan perilaku yang cenderung mengakibatkan keberagaman patogen dan interspecies transmission.
Kelelawar bersifat synarthropic roosting, sering membuat sarang yang dekat bahkan memasuki pemukiman. Beberapa spesies yang sangat bergantung pada hutan juga sering mencari makan di pemukiman. Kelelawar sering ditemukan di bangunan kosong. Tidak jarang kita temukan kelelawar berkeliaran di jalanan, terutama di kala senja~. Deforestasi membuat perilaku ini makin sering. Habitat kelelawar di alam liar yang rusak akan semakin mendekatkan mereka pada manusia. Kontak antara manusia dan kelelawar jadi semakin sering. Virus-virus yang sebelumnya hanya ditemukan di hutan pada kelelawar bisa menular pada anjing, kucing, ternak, hewan domestik lain, bahkan manusia, inilah interspecies transmission.
Sistem imun yang unik sehingga sering terjadi infeksi subklinis.
Kelelawar mampu mengondisikan sistem immunya. Suatu infeksi akan ditanggapi oleh sistem imun yang umum pada hewan terutama mamalia, demam. Demam terjadi karena pelepasan pyrogen oleh beberapa jenis leukosit sehingga diterima oleh hypothalamus dalam saraf pusat. Hypothalamus yang berfungsi sebagai termostat tubuh menaikkan batas ambang suhu tubuh sehingga terjadi demam. Mekanisme demam tersebut juga ada pada kelelawar. Keunikan sistem imun membuat demam tidak terjadi pada kelelawar yang terinfeksi coronavirus, setidaknya sampai saat ini. Sistem imun kelelawar masih menjadi misteri bagi para peneliti. Begitu juga dengan fakta bahwa kelelawar mampu menjadi resevoir bagi banyak jenis virus.
Ini berbagai macam coronavirus. Strand virus yang dibawa oleh kelelawar diberi cetak tebal.
Lebih dari itu, kini kita tahu bahwa masyarakat China sering mengonsumsi kelelawar. Bayangkan, apakah kelelawar akan dengan santuy terbang lalu masuk ke dalam mangkuk yang terisi kuah sedap di atas meja dengan sendirinya?
Tentu bukan begitu cara mainnya fergusso.
Ada seseorang yang harus berburu kelelawar di hutan atau di habitat lain. Ada seseorang yang bertugas mendistribusikan, memperdagangkan kelelawar. Ada lagi orang yang harus mengantarkan kelelawar ke restoran atau toko atau pasar. Ada orang yang menjual kelelawar di toko atau di pasar. Kalau kelelawar dijual dalam bentuk daging, pasti ada orang yang bertugas mengolah kelelawar buruan menjadi daging siap masak. Terakhir pastinya ada orang yang bertugas sebagai juru masak sup kelelawar. Baru terakhir, ada orang yang mengonsumsi sup kelelawar.
Sekarang, mari kita hitung jumlah kata 'orang/seseorang' yang saya cetak tebal. Jumlahnya ada tujuh. Saya kira tidak mungkin jika hanya ada satu orang tiap proses kelelawar menjadi sup. Anggap saja tiap proses butuh lima orang. Jadi bisa diperkirakan bahwa kita butuh 30 orang untuk membuat sup kelelawar. Total orang yang kontak dengan kelelawar berarti 31 jika konsumen hanya seorang saja.
Itu hanya perumpamaan saja. Nyatanya, banyak orang yang bekerja dalam tiap sektor bisnis sup kelelawar. Mereka menjalin kontak dengan kelelawar. Boleh jadi konsumen aman - aman saja mengonsumsi sup kelelawar yang sudah matang. Tapi bagaimana nasib pemburu, pengumpul, pemotong daging, penjual, pengedar, juru masak kelelawar? Bagaimana menjamin higiene dan sanitasi mereka? Bagaimana menjamin bahwa mereka tidak mengalami infeksi subklinis, infeksi tanpa gejala khas? Jangankan kelelawar, memotong sapi di Indonesia saja masih banyak yang belum memperhatikan higiene dan sanitasi. Jadi demikian sebabnya kelelawar bisa menjadi perantara berbagai virus.
Demikian, terimakasih dan selamat membaca.
Bahan bacaan
Bats and Viruses : A New Frontier of Emerging Infectious Diseases
Cunningham's Textbook of Veterinary Physiology